My father is my hero |
Kalau sudah pulang kampung, aku biasanya ikut ayah-ibuku ke tegal-tegal atau sawah. Karena tak enak rasanya jika hanya berjibaku di rumah atau menghidupi jalan dan jarang pulang.
Termasuk beberapa hari terakhir ini, aku sering menyusul ibu ke tegal, membawa ceret untuk menyirami bibit tembakau juga menanami kembali bibit yang gagal tumbuh.
Aku adalah salah satu anak yang sangat sering mengkritisi ayahku, yang tak pernah putus asa bertani tembakau meski sudah bertahu-tahun dirugikan selalu.
Mengapa tidak, orang ketika tumbuhan tembakaunya subur dan siap panen, ia tak jarang diguyur hujan, pasalnya, harus ditebang massal dan ditanamin tanaman lainnya..
"Kenapa masih ke tembakau. Tidak adakah jenis tanaman lainnya, pak ?" tanyaku sambil megang ceret yang sedang berisi air setengah.
"Kita tak pernah tau rejeki kita ada dimana, cong. Tapi rejeki kita tau kita ada dimana. Rejeki itu tidak pernah tertukar. Siapa tau rejeki kita di tembakau saat ini" jawab ayahku. Aku hanya terdiam membenarkan perkataannya dalam hati.
***
Jangan berhenti berusaha, mengiringinya dengan do'a dan tawakkal alallah. Itu kira-kira ilmu yang didapat dari sikap ayahku.
|Penulis : *M Siryi Zamil
|Tulisan 27 Ramadhan 1439 H.
|Sampang, 14 Juni 2018 |Langger, 18.30
No comments:
Post a Comment