KATA ORANG, TUBUHKU BERBENTUK TIKUS
Sudah terlalu sering aku mencoba mengeluh, mengeluh sebab tubuhku yang tidak nyaman; bau, gatal, gersang dan segala macam rasa yang tidak seperti biasanya aku rasakan. Aku benci tubuhku sendiri. Aku muak. Andai ruhku bisa aku pindah ke jazad lain, akan aku pindah. Aku benar-benar tidak betah dan tidak kerasan bertahan dalam tubuhku.
“Duhai orang yang menyihir tubuhku, kembalikan tubuhku akan sedia kala. Kembalikan!” Hanya kalimat itulah yang sering aku lontarkan dengan nada suara berangku. Namun seolah tiada seorangpun yang mendengar jeritanku. Aku pun hanya bisa menangis, sebab aku tidak ingin tubuhku menjadi aneh, yang kecil seukuran kaki manusia, bahkan bisa saja aku terkena injak kaki manusia kalau mereka tidak melihatku.
Aku tidak tau siapa yang membuat tubuhku begitu. Tapi sebelum tubuhku benar-benar berubah menjadi kecil seperti saat ini. Aku sempat mendengar lengkingan suara dari kamar sebelah, di rumahku. Kata orang suara seperti itu merdu, indah, enak didengar atau bahkan menyejukkan hati. Tapi tidak bagiku, aku sangat benci suara itu, sebab suara itu sering mengganggu ketenanganku. Aku memang sangat kenal pada suara itu, suara yang sering kali membuat diriku gelisah. Kau tau suara apa gerangan? Ia adalah suara bacaan Al Qur'an yang dibacakan ibuku. Hampir setiap sore, suara itu terdengar, menganggu aktivitas dan ketenanganku. Ya, suara itu mengganggu aktivitasku, mengganggu saat aku sedang menelpon kekasihku, atau saat aku menonton televisi dengan asyiknya.
Kebetulan, waktu itu aku tengah serius dan tidak bisa diganggu oleh siapapun, karena aku sedang asyik Chatting-an dengan kekasihku. Tapi suara itu yang terus menggangguku. Aku berang. Lalu aku bangkit dan beranjak dari ranjang empukku, mendatangi suara itu di kamar ibu yang bersebelahan dengan kamarku. Ibu sedang membaca Al-Quran. Aku melihatnya dengan penuh amarah, dan memarahinya.
“Bu, hentikan bacaanya!” Sergahku dengan nada keras. Lalu, aku ambil kitab Al-Quran yang seukuran kantong saku Itu. dan dilemparnya ke luar jendela. Ibuku terperangah, memaku. Dia hanya geleng-geleng kepala, didengarnya kata Astsghfirullah!dari mulut manisnya. Aku yakin, dia berpikir mengapa aku berani-beraninya melempar Al-Quran kecil itu keluar jendela. Bukannya semua orang, termasuk aku memulyakan kitab suci itu? tak banyak basa-basi lagi, beranjaklah aku menuju ranjang yang menjadi tempat favoritku, dan kembali memebaringkan tubuh, ditemani BB-ku .
Dan sejak itulah tubuhku terasa ringan dan terasa mungil diatas ranjang empukku yang lapang itu. Akupun menjadi gelisah, bahkan menangis, memanggil –manggil “Ada apa dengan tubuhku? ”. Aku kekacauan dalam kamarku itu sendiri. Lebih lagi saat tampak jelas bahwa kulitku berbulu abu-abu, dan berbuntut halus nan panjang. Ih! Aku sendiri jijik melihatnya. Aku tidak ingin kulit hina itu adalah kulitku yang sebenarnya. Tapi, kulit itu melekat di tubuhku. Ya, kulit itu benar-benar menjadi milikku. Entahlah apa penyebabnya? Makanan? Tidak! aku selalu makan makanan yang bergizi dan bervitamin. Ataupun ini adalah Kerama Ibu. Karena kata orang seorang ibu itu menyimpan banyak kebohongan, yang membuat dirinya mulya bagi seorang anaknya. Maafkan aku, ibu, anakmu!
Ada banyak orang di rumahku. Para Tetangga, Mereka mendatangi rumahku, karena hanya mau melihat keadaanku yang sedemikian itu. aku tidak apa mereka mau menjengukku atau hanya menonton tubuhku yang aneh itu saja. aku menjadi malu, saat melihat mereka yang menutup hidung, dan mendengus jijik, seakan tidak suka dengan keberadaanku yang seperti itu. mungkin karena tubuhku bau, atau menjijikan baginya.
Sebenarnya aku ingin sekali menjauh dari pandangan mereka, tapi, tubuhku, tubuhku seakan tak bertenaga, aku merasa malas sekali untuk dapat beringsut dan bersembunyi di balik Soprei di atas ranjang itu.
Lagi-lagi aku merasa malu, sangat teramat malu, saat semua yang menyaksikanku berkata bahwa tubuhku mirip binatang buronan orang-orang rumah, lantaran selalu mencuri hasil panen mereka. Ya, makhluk sepertiku yang selalu mencuri makan seperti gandum, jagung, padi milik kaum petani.
Kata orang, tubuhku mirip sekali dengan Tikus. Hah Tikus???
|Ef-El-Pe- Sepuluh*)
|Lantai II, Serambi Masjid | 06 Maret 2014
No comments:
Post a Comment