"Salah satu ciri khas utama masyarakat Madura adalah memakai kopiah dan sarung (masyakat sarungan)."
***
Saya dilahirkan di Sampang. Dilihat dari silsilah ayah-ibuku, asli berdarah Madura, tak ada campur darah luar meskipun saat ini stay-nya di luar (Jawa). Saya tidak tau apakah nanti akan hidup menetap di Jawa atau tidak, tapi bagaimana pun saya tetap bangga dengan ciri khas Madura, yang mungkin sampai kapan pun akan tetap saya pertahankan. Karena dengan ciri khas tersebut orang luar menaruh segan.
Mulai sejak kecil saya oleh orang tua disuguhkan tempat pendidikan di langgar, madrasah hingga pondok pesantren, sehingga penampilan pun harus menyesuaikan, harus pakai kopiah dan sarung, yang mungkin saat ini dianggap kumuh di mata pemuda sekarang (jaman now)
Jika mengkaji lebih dalam, pendidikan guru ngaji di langgar-langgar hingga pondok pesantren merupakan upaya penanaman dan pelestarian jati diri Madura. Seolah, sebodoh-bodohnya orang Madura setidaknya bisa baca Al-Qur'an. Pendidikan umum boleh tinggi tapi pengetahuan baca Al-qur'an tidak boleh ditinggalkan. Pakaianya condong islami, berkopiah dan bersarung adalah sebagai icon dan ciri khas utama bagi masyarakat Madura.
Ditilik dari sudut pandang keagamaan, Madura memang dikenal sebagai ‘pulau santri’. Pondok pesantren terkecil sampai dengan terbesar bisa dijumpai di Madura. Hal ini ditengarai sebagai salah satu penyebab gemarnya masyarakat Madura memakai kopiah dan sarung (sarungan). Selain dari lingkungan, sarungan merupakan budaya turun temurun yang dikenalkan oleh para orang tua kepada anaknya mulai dari kecil.
Budaya sarungan mereka lakukan bukan hanya dalam kegiatan keagamaan. Masyarakat yang masih kental dengan budaya Madura, dalam kehidupan sehari-hari mereka selalu memakai sarung dalam segala aktivitas yang dilakukan.
Terkadang dalam acara formal pun, yang apabila di luar harus mengenakan celana tapi di Madura mengenakan sarung, seperti rapat semua prangkat desa dan juga sekaitannya.
Hal itu dilakukannya mulai dari kecil sampai dengan sekarang hampir dalam segala aktivitas kesehariannya selalu memakai sarung. Koleksi sarung yang dimilikinya jauh lebih banyak dari pada koleksi celana. Mereka lebih prioritas pada sarung ketimbang celana. Begitu pula dengan para kaum wanita Madura.
Namun saat ini, budaya tersebut sudah mulai dicederai oleh para anak muda yang kurang memiliki kesadaran regional. Sebagian dari mereka adalah kaum perantau yang di luar sana melakukan asimilasi budaya dengan orang-orang di tempat kerjanya. Budaya tersebut mereka bawa pulang ke kampung halamannya. Sehingga dengan lambat laun budaya luar akan terserap dan menjalar.
Orang Madura harus bangga dengan budaya sendiri yang selama ini menjadi ciri khasnya meskipun tidak sesuai dengan gaya daerah luar. Karena jati diri dan nilai baiknya ada pada ketidaksesuaiaan tersebut.
Kita cinta Madura, mari lestarikan budaya kopiah- sarung. Madurakan Madura !
|Penulis : *M. Siryi Zamil
|Sampang, 24 Juni 2018 |Toko, 09.22
No comments:
Post a Comment